Ini sebuah kisah seru dan takkan terlupakan sepanjang hidupku. Perjalanan yang banyak mengajarkan aku tentang arti dedikasi dan kesabaran.
Kisah ini berawal dari niat ku untuk melakukan perjalanan Pontianak menuju Kota Kabupaten Sintang, sebuah kota kecil yang menggoreskan banyak kisah hidup dan pendewasaan aku dapatkan disana.
Hari itu senin tanggal 15 Agustus 2011, bertepatan dengan hari ke-15 puasa romadhan aku berencana menaiki Bus Damri pukul 09.00 WIB yang akan membawaku pada tanah "pendewasaanku" itu. Tidak biasanya aku menaiki bus pagi, tapi entah mengapa ada keinginan kuat untuk mencoba menaiki bis pagi, yang pertama aku ingin merasakan hangatnya saur di rumah dan alasan berikutnya adalah ingin melihat-lihat pemandangan Pontianak-Sintang yang masih sangat alami.
Pukul 08.00WIB aku diantarkan saudariku ke pangkalan Bus Damri yang terletak di Jalan Pahlawan Pontianak. Setelah berpamitan aku pun menaiki bus dan menduduki bangku yang tekah aku pesan sebelumnya. tak berapa lama busa pun meninggalkan pangkalan bus dan memulai tripnya.
Aku sengaja memilih bangku di depan karena bisa lebih leluasa melihat-lihat pemandangan dan bisa mengambil beberapa gambar dari mata keduaku Canon D1100 ku, sebuah kamera SLR yang selalu menemani ku kemana pun aku pergi.
Selang kurang lebih 1 jam perjalanan bus Damri yang aku tumpangi menunjukkan gejala-gejala ketidakberesan, bus berhenti dan aku supir mengatakan bahwa bis harus berhenti sejenak.
Kulihat beberapa penumpang terlihat kecewa dan mulai menggerutu. Namun, 15 menit kemudian bus mulai berjalan lagi.
Perjalanan Pontianak-Sintang di siang hari ternyata sangat mengasyikkan, pemandangan yang terbentang di mataku membuat aku semakin mencintai tanah Kalimantan Barat ini.
Satu jam perjalanan, aku mulai mengantuk aku pun terlelap tidur dan terjaga ketika bus kembali berhenti mendadak. Kali ini kerusakan bus sepertinya serius, karena kulihat beberapa penumpang sudah turun dari bus dan duduk di pinggiran jalan. Supir mengkonfirmasi bahwa rem bus rusak dan hanya berfungsi 60% dari yang seharusnya. Ada perasaan takut yang mulai menggerogotiku, karena aku tahu jalan di beberapa kabupaten yang akan kami lintasi memiliki banyak tanjakan dan tikungan tajam.
merasa gerah di dalam bus karena mesin bus dimatikan otomatis AC pun mati aku turun keluar dari bus.
kulihat 3 orang supir yang merangkap menjadi mekanik bus Damri hanya terlihat bagian kakinya saja, karena mereka masuk kebawah badan mobil untuk membetulkan rem.
Beberapa penumpang mulai menggerutu dan terus bertanya pada ketiga supir montir tersebut tentang masih berapa lama lagi bus akan bisa beroperasi normal dan mengantarkan kami ke Sintang. Dengan keadaan puasa, ketiga supir montir itu terluihat sabar meladeni pertanyaan dan komentar-komentar para penumpang.
Aku merasa benar-benar salut akan kesabaran dan keuletan supir montir tersebut.
Tak terasa hari sudah menjelang sore. Setengah perjalanan pun belum kami tempuh, walaupun bus sudah berjalan normal, tapi ada rasa khawatir oleh kami semua awak bus damri pada hari itu. Karena yang mengalami kerusakan adalah bagian penting dari bus itu sendiri dan mengingat kondisi jalan, aku hanya bertawakal pada sang pencipta, apa pun yang terjadi, terjadilah dengan kuasa-Nya.
Benar dugaan ku selang 2 jam perjalanan bus kembali berhenti dengan sempat sebelumnya mundur beberapa meter ketika melewati tanjakan. Hatiku benar-benar semakin tidak tenang. beberapa penumpang memutuskan untuk mencari travel dan turun dari bus. beberapa orang menawariku tapi aku menolak karena barang bawaanku sangat banyak dan aku berarti harus menmbah ongkos lagi jika mengikuti ajakan mereka sedangkan uang yang ada ditanganku benar-benar minim.
Salah satu supir montir mengumumkan kepadakami bahwa rem pada ban kiri belakang benar-benar tidak berfungsi lagi, tapi perjalanan masih bisa diteruskan dengan catatan harus menunggu beberapa jam untuk memperbaiki rem tersebut.
Seingatku kejadian ini terjadi di Kabupaten Landak, salah satu kabupaten yang harus aku lewati untuk menuju Kabupaten Sintang. Saat itu pukul 17.00 WIB keadaan belum berbuka puasa, ketiga supir montir tersebut dengan uletnya membetulkan rem. Baju seragam mereka telah kotor dengan tanah. Beberapa gambar sempat aku ambil untuk merekam pengabdian mereka.
Sedikitpun tidak ada rasa menyesal dalam diriku menaiki bus Damri yang ternyata memang sering mogok ini. Dan dari kabar yang aku dengan memang hanya tinggal satu bus itu saja yang sering mogok. Mungkin rejekiku hingga aku menaiki bus tersebut dan mendapatkan pelajaran penting tentang keikhlasan, dedikasi, tanggungjawab, dan kesabaran.
Tak lama kemudian terdengar sayup kumandang adzan, ketiga supir montir itu terlihat semangat ketika meneguk air mineral.
Tak terasa waktu terus berlalu pukul 18.10WIB bus kembali berjalan dan akhirnya kami tiba di Kabupaten Sintang pukul 11.12WIB. perjanan yang seharusnya bisa aku tempuh dalam waktu kurang lebih 10jam kali itu menjadi 14jam perjalanan.
Sungguh tidak ada rasa kesal sedikit pun dalam hatiku pada bus maupun ketiga sopir montir yang benar-benar gagah perkasa menurutku.
Ada pelajaran penting yang mereka ajarkan padaku hari itu,
mereka tetap sabar menghadapi pertanyaan-pertanyaan penumpang tentang keadaan bus yang mereka tumpangi,
mereka tetap ulet berusaha memperbaiki kerusakan bus tanpa keluh kesah, bahkan terkadang mereka saling melemparkan guyonan sambil bermandi peluh dan berbalut debu dibawah bus.
Mereka tetap memegang teguh dedikasi pada baju seragam yang mereka kenakan pada nama Damri yang selalu mereka junjung dengan penuh tanggungjawab.
Walaupun badanku terasa remuk redam setelah duduk kyrang lebih 15jam di dalam bus dengan medan jalan yang tidak bisa dikatakan baik aku sama sekali tidak menyesali perjalanan berharga tersebut.
aku berharap pihak yang terkait segera mengganti slaah satu armada Damri tersebut dan menggantikan dengan bus yang masih layak beroperasi.
Terimakasih three damri's musketers, atas perjalanan berharga ini.
Jakarta, 15 September 2011
(ketika perjalanan indah dan berharga itu terkenang lagi)
Kisah ini berawal dari niat ku untuk melakukan perjalanan Pontianak menuju Kota Kabupaten Sintang, sebuah kota kecil yang menggoreskan banyak kisah hidup dan pendewasaan aku dapatkan disana.
Hari itu senin tanggal 15 Agustus 2011, bertepatan dengan hari ke-15 puasa romadhan aku berencana menaiki Bus Damri pukul 09.00 WIB yang akan membawaku pada tanah "pendewasaanku" itu. Tidak biasanya aku menaiki bus pagi, tapi entah mengapa ada keinginan kuat untuk mencoba menaiki bis pagi, yang pertama aku ingin merasakan hangatnya saur di rumah dan alasan berikutnya adalah ingin melihat-lihat pemandangan Pontianak-Sintang yang masih sangat alami.
Pukul 08.00WIB aku diantarkan saudariku ke pangkalan Bus Damri yang terletak di Jalan Pahlawan Pontianak. Setelah berpamitan aku pun menaiki bus dan menduduki bangku yang tekah aku pesan sebelumnya. tak berapa lama busa pun meninggalkan pangkalan bus dan memulai tripnya.
Aku sengaja memilih bangku di depan karena bisa lebih leluasa melihat-lihat pemandangan dan bisa mengambil beberapa gambar dari mata keduaku Canon D1100 ku, sebuah kamera SLR yang selalu menemani ku kemana pun aku pergi.
Selang kurang lebih 1 jam perjalanan bus Damri yang aku tumpangi menunjukkan gejala-gejala ketidakberesan, bus berhenti dan aku supir mengatakan bahwa bis harus berhenti sejenak.
Kulihat beberapa penumpang terlihat kecewa dan mulai menggerutu. Namun, 15 menit kemudian bus mulai berjalan lagi.
Perjalanan Pontianak-Sintang di siang hari ternyata sangat mengasyikkan, pemandangan yang terbentang di mataku membuat aku semakin mencintai tanah Kalimantan Barat ini.
Satu jam perjalanan, aku mulai mengantuk aku pun terlelap tidur dan terjaga ketika bus kembali berhenti mendadak. Kali ini kerusakan bus sepertinya serius, karena kulihat beberapa penumpang sudah turun dari bus dan duduk di pinggiran jalan. Supir mengkonfirmasi bahwa rem bus rusak dan hanya berfungsi 60% dari yang seharusnya. Ada perasaan takut yang mulai menggerogotiku, karena aku tahu jalan di beberapa kabupaten yang akan kami lintasi memiliki banyak tanjakan dan tikungan tajam.
merasa gerah di dalam bus karena mesin bus dimatikan otomatis AC pun mati aku turun keluar dari bus.
kulihat 3 orang supir yang merangkap menjadi mekanik bus Damri hanya terlihat bagian kakinya saja, karena mereka masuk kebawah badan mobil untuk membetulkan rem.
Beberapa penumpang mulai menggerutu dan terus bertanya pada ketiga supir montir tersebut tentang masih berapa lama lagi bus akan bisa beroperasi normal dan mengantarkan kami ke Sintang. Dengan keadaan puasa, ketiga supir montir itu terluihat sabar meladeni pertanyaan dan komentar-komentar para penumpang.
Aku merasa benar-benar salut akan kesabaran dan keuletan supir montir tersebut.
Tak terasa hari sudah menjelang sore. Setengah perjalanan pun belum kami tempuh, walaupun bus sudah berjalan normal, tapi ada rasa khawatir oleh kami semua awak bus damri pada hari itu. Karena yang mengalami kerusakan adalah bagian penting dari bus itu sendiri dan mengingat kondisi jalan, aku hanya bertawakal pada sang pencipta, apa pun yang terjadi, terjadilah dengan kuasa-Nya.
Benar dugaan ku selang 2 jam perjalanan bus kembali berhenti dengan sempat sebelumnya mundur beberapa meter ketika melewati tanjakan. Hatiku benar-benar semakin tidak tenang. beberapa penumpang memutuskan untuk mencari travel dan turun dari bus. beberapa orang menawariku tapi aku menolak karena barang bawaanku sangat banyak dan aku berarti harus menmbah ongkos lagi jika mengikuti ajakan mereka sedangkan uang yang ada ditanganku benar-benar minim.
Salah satu supir montir mengumumkan kepadakami bahwa rem pada ban kiri belakang benar-benar tidak berfungsi lagi, tapi perjalanan masih bisa diteruskan dengan catatan harus menunggu beberapa jam untuk memperbaiki rem tersebut.
Seingatku kejadian ini terjadi di Kabupaten Landak, salah satu kabupaten yang harus aku lewati untuk menuju Kabupaten Sintang. Saat itu pukul 17.00 WIB keadaan belum berbuka puasa, ketiga supir montir tersebut dengan uletnya membetulkan rem. Baju seragam mereka telah kotor dengan tanah. Beberapa gambar sempat aku ambil untuk merekam pengabdian mereka.
Sedikitpun tidak ada rasa menyesal dalam diriku menaiki bus Damri yang ternyata memang sering mogok ini. Dan dari kabar yang aku dengan memang hanya tinggal satu bus itu saja yang sering mogok. Mungkin rejekiku hingga aku menaiki bus tersebut dan mendapatkan pelajaran penting tentang keikhlasan, dedikasi, tanggungjawab, dan kesabaran.
Tak lama kemudian terdengar sayup kumandang adzan, ketiga supir montir itu terlihat semangat ketika meneguk air mineral.
Tak terasa waktu terus berlalu pukul 18.10WIB bus kembali berjalan dan akhirnya kami tiba di Kabupaten Sintang pukul 11.12WIB. perjanan yang seharusnya bisa aku tempuh dalam waktu kurang lebih 10jam kali itu menjadi 14jam perjalanan.
Sungguh tidak ada rasa kesal sedikit pun dalam hatiku pada bus maupun ketiga sopir montir yang benar-benar gagah perkasa menurutku.
Ada pelajaran penting yang mereka ajarkan padaku hari itu,
mereka tetap sabar menghadapi pertanyaan-pertanyaan penumpang tentang keadaan bus yang mereka tumpangi,
mereka tetap ulet berusaha memperbaiki kerusakan bus tanpa keluh kesah, bahkan terkadang mereka saling melemparkan guyonan sambil bermandi peluh dan berbalut debu dibawah bus.
Walaupun badanku terasa remuk redam setelah duduk kyrang lebih 15jam di dalam bus dengan medan jalan yang tidak bisa dikatakan baik aku sama sekali tidak menyesali perjalanan berharga tersebut.
aku berharap pihak yang terkait segera mengganti slaah satu armada Damri tersebut dan menggantikan dengan bus yang masih layak beroperasi.
Terimakasih three damri's musketers, atas perjalanan berharga ini.
Jakarta, 15 September 2011
(ketika perjalanan indah dan berharga itu terkenang lagi)
wheei, keren Chika, ya..dimana pun dan dalam kondisi apa pun jika kita berusaha mencari nya, tentu dapat kita temukan hikmah yang berharga yang menjadi pijiar2 mutiara kebijakan di hati kita...mantap Chika ..goog luck...:)
BalasHapusMakasih yong :)
BalasHapusdoakan keponakan mu ini bisa terus berlatih menulis . . hehe
berapa yah tarif bus ke sana? kalo travel juga berapa?mohon infonya yah.. mau perjalanan dinas ke sintang nh...thx....
BalasHapusCeritanya bagus...dan keadaan ini memang benar adanya...saya juga orang sintang yang merantau ke jogja...
BalasHapus